-->

Cerita Saat Bepergian dan Naik Pesawat Terbang Pada Masa Pandemi Covid-19

Desember 10, 2020

 
Jejakbede.online - Setelah hampir 10 bulan akhirnya harus juga bepergian pada beberapa kota menggunakan pesawat terbang. Menjadi pengalaman pertama saya pada masa pandemi Covid-19 ini.

Ini sekaligus pengalaman berkesan dan mendebarkan. Saat kembali, saya memilih tidak langsung pulang rumah.

Karena alasan preventif untuk kesehatan saya dan keluarga, saya mengisolasi diri secara mandiri di penginapan dekat rumah menunggu hasil rapid test dan swab keluar.

Detik-detik menunggu hasil itu sangat menggelisahkan. Sama seperti abis nembak cewek trus nunggu jawaban dia nerima atau hanya bilang "kamu terlalu baik untuk saya".



Persiapan berangkat

Cerita bepergian pada era pandemi Covid-19 ini memang membutuhkan perlakuan khusus yang tidak sama dengan keadaan normal sebelumnya.

Ya tentunya agar selalu sehat dan aman sejak berangkat hingga kemudian kembali ke rumah berkumpul dengan keluarga.


Memilih penerbangan "seat distancing"

Tujuan perjalanan kami lebih praktis ditempuh dengan pesawat terbang. Langkah pertama yaitu memilih maskapai yang menerapkan seat distancing untuk tempat duduknya.

Tentu ini salah satu upaya meminimalisir peluang terpapar  Covid-19. Sebagaimana anjuran pemerintah agar kita selalu jaga perasaan jarak.

Melalui web pemesanan tiket sudah akan terlihat mana yang penerbangan yang tersedia dengan seat distancing dan yang tidak.
Memilih penerbangan dengan seat distancing pada web jasa tiket

Ada maskapai yang memang tidak menerapkan "jaga jarak" pada semua penerbangannya. Adapula yang menerapkan hanya pada penerbangan tertentu. Pilihan kembali pada kita.

Dengan konsep "seat distancing" dalam penerbangan maka kursi yang terisi hanya pada kursi dekat jendela dan pada bagian lorong. Kursi tengah akan di kosongkan.

Kami memilih maskapai Garuda karena pilihan penerbangan dengan seat distancing cukup banyak dalam satu rute.
Kursi dengan "seat distancing" pada pesawat Garuda Airlines

Pada pesawa Garuda, kursi bagian tengah diberi pelapis kepala berwarna oranye yang artinya tidak boleh diduduki. Yang bisa diduduki adalah yang dengan pelapis kepala berwarna biru

Pada beberapa baris kursi di bagian belakang semua kursinya diberi pelapis oranye. Saya sempat menanyakan kepada salah satu pramugara, jawabnya itu dikhususkan untuk penumpang yang "suspect".

Saya tidak menanyakan lebih lanjut. Mungkin maksudnya penumpang yang memiliki suhu tubuh yang tinggi atau mungkin memiliki gejala  Covid-19.

Entahlah, hanya pihak Garuda dan Tuhan yang tahu.


Rapid test

Beberapa pendapat para ahli (medis) menyatakan rapid test bukanlah sesuatu yang akurat untuk mendeteksi  Covid-19.

Namun regulasi yang berlaku saat ini jika bepergian utamanya dengan pesawat terbang mengharuskan membawa keterangan rapid test dengan hasil uji nonreaktif. Surat keterangan ini berlaku 14 hari.

Kami melakukan test cepat di salah satu laboratorium yang memiliki jaringan luas di Indonesia. Mereka menawarkan metode yang hasilnya satu hari atau tiga hari.

Metode yang hasilnya satu hari menurutnya akurasinya lebih rendah karena gejala flu biasa pun akan terdeteksi sebagai reaktif  Covid-19.

Untuk yang hasilnya lebih lama, sudah lebih spesifik untuk mendeteksi Covid-19. Gitu klaim mereka, ya kami akhirnya milih yang hasilnya lebih lama dengan harapan lebih akurat.

Menurut saya pribadi lebih baik saya tahu lebih awal kondisi saya, dari pada kemudian berangkat malah menjadi orang tanpa gejala (OTG)  Covid-19.

Tentunya saya malah membahayakan orang lain yang mungkin lebih rentan  terpapar.


Masker dan Hand Sanitizer

Kami membawa banyak masker medis dan masker kain. Masker medis kami gunakan dalam perjalanan karena sekali pakai saja.

Kebetulan perjalanan kami harus transit satu kali di Bandara Soetta. Setiba di sini kami mengganti masker satu kali dan pada saat tiba di tujuan kami menggantinya lagi dengan masker kain.

Masker kain masih bisa dicuci di hotel. Itu rencana kami.

Adapun hand sanitizer juga sudah menjadi perlengkapan yang dibawa sehari-hari. Dan saat pandemi  Covid-19 begini, bebas saja dibawa masuk ke dalam pesawat


Obat-obatan dan Vitamin

Obat-obatan yang kami bawa ya untuk kepentingan pribadi saja. Tetap yang paling utama obat penurun panas dan juga obat batuk cair.
Saat transit di Bandara Soetta, "pertahanan diri" dikeluarkan

Vitamin sebenarnya juga sudah menjadi keperluan sehari-hari selama pandemi  Covid-19 ini. Berangkat atau tidak, tetap dikonsumi.



Dalam Penerbangan

Titik rawan dalam penerbangan di mana orang-orang abai menjaga jarak adalah saat turun. Meski sudah diarahkan oleh kru pesawat namun tetap saja banyak penumpang yang bergegas ingin buru-buru turun.

Berbeda dengan saat baru naik, penumpang cukup tertib menjaga jarak masuk ke dalam pesawat pesawat.

Jadi sedikit tips dari saya nih.
  • Baiknya memilih kursi dekat jendela. Ini menjauhkan kita dari penumpang yang menumpuk saat turun dari pesawat.
  • Jika mungkin memilih kursi pada bagian tengah atau belakang. Karena pada saat akan turun dari pesawat penumpukan penumpang terjadi pada dekat bagian depan.
  • Maksimalkan penggunaan masker dan hand sanitizer agar semakin memperkecil potensi penularan dari penumpang lain yang mungkin merupakan OTG.
  • Bersabar saja menunggu suasana sepi baru kemudian turun dari pesawat. 

Oh iya dalam lanjutan penerbangan Jakarta ke Semarang, maskapai Garuda membagikan satu paket alat pelindung diri Covid-19.
Paket alat pelindung diri dalam penerbangan Garuda Jakarta - Semarang

Isi paket adalah dua buah masker, satu botol hand sanitizer dan satu buah kupon promo dari sponsor paket Covid-19 ini.

Sepertinya edisi khusus saja karena pada penerbangan lainnya dengan Garuda juga tidak ada lagi pembagian paket ini.



Saat di Tujuan

Kami menginap di Hotel Aston Semarang. Secara umum di sini cukup komitmen menerapkan protokol kesehatan guna antisipasi pandemi  Covid-19.

Pada pintu masuk, suhu tubuh kita diperiksa kemudian diminta mencuci tangan dengan hand sanitizer yang tersedia. Tas dan koper kita juga disemprot dengan desinfektan oleh petugas hotel.

Standar perlakuan di masa pandemi Covid-19 ini.

Saat masuk hotel semua pakaian yang saya gunakan hari itu sampai dengan kaos kaki segera saya kumpulkan dalam tas londri untuk dicuci ke layanan hotel. 

Memang cukup mahal, satu stel pakaian dengan pakaian dalam plus kaos kaki saya membayar hampir Rp100 ribu. Tak apalah, kesehatan lebih utama.

Beda saat di Jakarta, saya udah punya kontak jasa londri kiloan. Cukup wa saja ntar kurirnya datang mengambil pakaian kita. Lumayan murah meriah.

Selama menyelesaikan urusan di Semarang dan Jakarta juga tentunya kami berusaha disiplin untuk selalu menggunakan masker, menjaga jarak dan selalu mencuci tangan.



Saat Pulang

Ini yang cukup mendebarkan. Pasalnya beberapa teman yang meski tidak kontak langsung dengan saya saat di Semarang dan di Jakarta terkonfirmasi positif  Covid-19.

Mereka memang dalam satu tim yang mendapat tugas di kota lain kemudian bertemu kami di Semarang. Ada juga kemudian bertemunya di Jakarta.

Mereka sudah langsung masuk di hotel yang menjadi tempat perawatan dan karantina Corona di Jakarta.

Saya kemudian merencanakan untuk melakukan swab test dan pastinya isolasi mandiri sebelum pulang ke rumah setibanya di Padang.

Jaga-jaga jangan sampai saya ikut terpapar karena berada dalam acara yang sama dengan teman-teman yang telah positif Covid-19


Swab test

Kebetulan pemerintah Sumatera Barat menyediakan fasilitas tes usap atau swab test bagi pengunjung yang tiba di Bandara Internasional Minangkabau.
Bersiap swab test di bandara BIM

Tidak diwajibkan sih, hanya bagi penumpang yang mau saja. Memang gratis, cuma sayang hasilnya agak lama, sekitar 3 hari.


Isolasi Mandiri

Selama menunggu hasil swab saya memilih tidak pulang ke rumah. Kebetulan dekat rumah ada beberapa penginapan yang cukup baik.
Menikmati keindahan alam Sumatera Barat pada saat isolasi mandiri

Di situlah saya mengisolasi diri sendiri. Jadinya seperti di rawat di RS saja, karena setiap hari anak-anak datang mengantarkan makan siang dan makan malam.

Kemudian anak yang ketiga setiap pagi dia gowes ke arah penginapan hanya ingin melihat saya meskipun hanya dari kejauhan. Mungkin dia juga menjadi mata-mata utusan istri saya.

Mungkin saya yang terlalu parno tapi saya pikir lebih baik mencegah dari pada harus mengobati. Pandemi  Covid-19 memang mengubah pola hidup kita ya.

Setibanya di sini juga saya membungkus semua pakaian yang saya pakai dalam penerbangan untuk dilondri. 

Tas dan koper semuanya saya semprot dengan hand sanitizer, meyakinkan diri agar semua steril dan aman.


Rapid Test Kedua

Kepikiran dari pada menunggu hasil swab yang mencapai tiga hari, baiknya saya rapid test aja. Kalo hasilnya nonreaktif saya akan langsung pulang ke rumah.

Saya lupa jika rapid test pada lab tersebut di atas "menjanjikan" metode dengan hasil lebih spesifik pada covid-19 namun hasilnya juga dalam tiga hari.

Jadinya sama saja dengan menunggu hasil swab keluar. Tapi saya akhirnya tetap melakukan rapid test ini.



Hasil tes Covid-19

Total saya mengisolasi mandiri di penginapan ini adalah 4 hari dan 3 malam. Hampir sama lamanya dengan perjalanan kantor itu sendiri.

Hari Sabtu pagi saya sudah merapikan semua tas dan pakaian sambil menunggu hasil swab ataupun rapid test.

Hasil tes cepat lebih dulu ada, karena saya cukup mengecek pada web lab tersebut dengan akses login yang sudah diberikan sebelumnnya.

Alhamdulillah nonreaktif. Saya segera mengabarkan keluarga hasil gembira ini dan bilang akan segera pulang ke rumah. Setiba di rumah semua tas dan perlengkapan segera disemprot dengan desinfektan lagi.

Hasil swab sendiri belum ada, sedang katanya rapid test tidak bisa jadi acuan utama. Jadinya selama itu pula saya masih mengenakan masker dalam rumah.

Saya tetap menghindari kontak terlalu dekat dengan keluarga.

Pada malam hari akhirnya tiba sms dari Dinas Kesehatan Sumatera Barat mengabarkan jika hasil swab saya negatif. 

Barulah saya memeluk semua anggota keluarga. Ah rasanya seperti abis bepergian yang lama sekali.

Pandemi Covid-19 sekali lagi memang mengubah semua pola hidup kita. Perjalanan karena tugas hanya empat hari bertambah panjang karena harus melakukan isolasi mandiri demi kesehatan semuanya.

Begitulah sobat Blogger, pengalaman bepergian pada beberapa kota dan naik pesawat pada era pandemi Covid-19 ini. Semoga kita semua selalu sehat dan aman.

Aamiiin.

16 Komentar untuk "Cerita Saat Bepergian dan Naik Pesawat Terbang Pada Masa Pandemi Covid-19"

  1. Ciyeeeee. Kayaknya Bang Day udah ada pengalaman ditolak dengan alasan 'kamu terlalu baik untuk saya' nih yeeeee 🤭. Hehehe, bercanda, Bang.🙈

    Harus keluar kota untuk dinas kerja di tengah pandemi memang bikin deg-degan, Bang. Gak cuma yang berangkat yang deg-degan, yang tunggu di rumah juga ikut was-was 😱.

    Bulan lalu ayahku juga ada dinas keluar kota, Bang. Dan temen ayahku yang ada tugas luar kota bulan itu juga ada banyak, walaupun tujuan kotanya beda-beda. Efek was-was nya bahkan sekarang masih ada. Soalnya ada beberapa temen ayah yang positif. Alhamdulillah kemarin ayah swab hasilnya negatif. Moga aja yang positif cepet sembuh, dan yang lainnya dijaga dari virus corona ini. Aamiin.🤲

    Ngomong-ngomong stay healthy terus ya, Bang.😆

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah mb Roem bikin saya jadi tersipu malu. Prinsip saya sih ditolak belum tentu diterima :P

      Syukurlah ayahnya tetap sehat dan aman ya. Smg jg mereka2 yang positif covid bisa segera fit dan sehat.

      Hapus
  2. ya ampun bang, nunggu rapid memang seperti nunggu jawaban cewek ya.. bikin dag dig dug tidak karuan. Hati limbung entah kenapa...
    wkwkwk...
    Tapi pergi ke luar daerah masa pandemi memang ribet ya, perlu aturan ketat agar semua selamat.
    Semoga sehat terus bang..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah bli Eka pengalaman digantung cwe nih wkwkw.

      Aamiiin... Trims. Smg bli Eka juga selalu sehat dan aman

      Hapus
  3. Memang dag Dig dug ya mas nunggu hasilnya. Aku sendiri pas swab pake yg hasilnya di hari yg sama, memang jd LBH mahal, tp ya sudahlaaah. Cm waktu itu malah positif wkwkwkwkwk. Tapi aku dan suami OTG sih. Akhirnya isolasi di rumah aja berdua. Usahain naikin imun doang. Nah swab2 berikutnya kita pilih yg 1 hari resultnya. Setelah 4x swab baru negatif.

    Aku blm berani naik pesawat sbnrnya LBH Krn males swab lagi. Krn denger2 kalo udh pernah positif, antibodi dlm tubuhnya udah ada, dan biasanya jd reaktif. Jd swab dunk kalo mau naik pesawat. Mahaaal hahahahha. Ntr ajalah kalo vaksin udh kluar :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gmn psikologisnya mb saat tau hasilnya positif mb? untuk mengatur isolasi mandiri agak repot juga tentunya.

      Iya mb katanya klo dah pernah positif, sampe 6 bulan hasil rapid cenderung reaktif

      Hapus
  4. Kursi tengahnya kosong, asik nih mas, bisa lebih luas tempat duduknya, ahai

    BalasHapus
  5. Agak ribet ya bang cuma ya kalo perjalanan jauh menurutku mau ribet juga tetep seru hehe
    Btw perpanjang domain .online bukannya mahal bang

    BalasHapus

  6. Ribet juga masih persyaratannya yaa bang...Tetapi demi kesehatan yaa memang kita tetap harus mengikuti prosedur yang berlaku di Bandara..😊😊

    BalasHapus
  7. Bang, kenapa maskernya ditutupin stiker kotak dan bundar sih? hahaha.

    Btw atut juga ya ke mana-mana naik pesawat.
    Bukan apa-apa, atut di swab, sudahlah ngeri liat hidung disogrok, plus degdegan minta ampunnn nunggu hasilnya.

    Dan salut ya dengan pemerintahan yang nyediain swab gratis, di Surabaya kabarnya ada yang gratis, tapi bukan di bandara deh kayaknya :D

    BalasHapus


  8. Ribet juga berpergian di situasi korona kayak gini, namun mahu gimana lagi kalau sudah tugasnya seperti itu toh semua demi kesehatan diri sendiri dan keluarga moga bang day dan keluarga sehat selalu dimanapun berada.



    Dan berbicara tentang pesawat, jadi pengen naik pesawat gimana rasanya naik pesawat ya??? Pasti bikin jantung mahu copot iya gak sih ??? 🤫🤭🙏🙏

    BalasHapus
  9. Kayaknya pengalaman banget ya bang ditolak dg alasan "kamu terlalu baik" hahahahha, LOL

    Btw itu londri cuma buat yg dipakai dibadan aja 100rb busyet dah, cari untungnya kebangetan itu.

    Rasanya ngeri sedap pasti ya bang, di pesawat di hotel, sampe isolasi mandiri, bener2 takut buat ketemu sama keluarga karna abis bepergian. Semoga pandemi ini segera berakhir

    BalasHapus
  10. Sewaktu saya pergi dari Medan ke Palembang sengaja tidak naik pesawat, alasannya ya itu repot sama prosedurnya karena bawa anak, tapi saya tetap menjalankan prokesnya koq, mudah2an lebaran tahun depan nanti keadaan sudah kembali normal ya bang day :)

    BalasHapus
  11. kiranya, untuk domestic flight masih dibenarkan ya? sayaenunggu khabar tentang berita semalam fasal pesawat Sriwijaya Air tu

    BalasHapus
  12. huahauahua ini kereeeen bgt. 10 desember saya juga penerbangan banjarmasin-jakarta, memilih penerbangan yang duduknya berjarak juga.saat itu memang masih rapid saja syaratnya...hmmm, tapi nggak kayak Bang Day kehati2annya, sampai nginep di hotel.saya dan anak2 hanya di rmh saja selama beberapa hari, mengisolasi diri :)

    BalasHapus
  13. Pandmemi menyebabkan perjalanan semakin panjang, hehehe. Saya belum pernah keluar kota selama pandemi, agak nervous kalau harus tes dan panjangnya prokes, hehehe. Semoga tetap sehat selalu bang..

    BalasHapus

Silahkan memberi komentar sesuai isi artikel yah. Mohon maaf spam dan link aktif akan dihapus. Terima kasih sobat...👍👍👍

:) :( hihi :-) :D =D :-d ;( ;-( @-) :P :o -_- (o) :p (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ $-) (y) (f) x-) (k) (h) cheer lol rock angry @@ :ng pin poop :* :v 100

Next article Next Post
Previous article Previous Post